TANAMAN JERUK
A. SEJARAH SINGKAT
Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali.
B. JENIS TANAMAN
Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Keluarga : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus sp.
Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri atas Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr.) yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystix ABC).
Jeruk varietas introduksi yang banyak ditanam adalah varitas Lemon dan Grapefruit. Sedangkan varitas lokal adalah jeruk siem, jeruk baby, keprok medan, bali, nipis dan purut.
C. MANFAAT TANAMAN
1. Manfaat tanaman jeruk sebagai makanan buah segar atau makanan olahan, dimana kandungan vitamin C yang tinggi.
2. Di Beberapa negara telah diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak wangi, sabun wangi, esens minuman dan untuk campuran kue.
3. Beberapa jenis jeruk seperti jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional penurun panas, pereda nyeri saluran napas bagian atas dan penyembuh radang mata.
D. SENTRA PENANAMAN
Sentra jeruk di Indonesia tersebar meliputi: Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Medan (Sumatera Utara). Karena adanya serangan virus CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah lagi oleh sistem monopoli tata niaga jeruk yang saat ini tidak berlaku lagi.
E. SYARAT TUMBUH
1. Iklim
a. Kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin.
b. Tergantung pada spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus.
c. Temperatur optimal antara 25-30 derajat C namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38 derajat C. Jeruk Keprok memerlukan temperatur 20 derajat C.
d. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari.
e. Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%.
2. Media Tanam
a. Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 727%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik.
b. Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk.
c. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya jeruk adalah 5,5–6,5 dengan pH optimum 6.
d. Air tanah yang optimal berada pada kedalaman 150–200 cm di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau 150 cm dan pada musim hujan 50 cm. Tanaman jeruk menyukai air yang mengandung garam sekitar 10%.
e. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan sekitar 300.
3. Ketinggian Tempat
Tinggi tempat dimana jeruk dapat dibudidayakan bervariasi dari dataran rendah sampai tinggi tergantung pada spesies :
a. Jenis Keprok Madura, Keprok Tejakula: 1–900 m dpl.
b. Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut: 700-1.200 m dpl.
c. Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800 m dpl.
d. Jenis Siem: 1–700 m dpl.
e. Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1–700 m dpl.
f. Jenis Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl.
g. Jenis Purut: 1–400 m dpl.
Ricky_Asgar86
Minggu, 19 Desember 2010
BUDIDAYA JERUK
PEDOMAN BUDIDAYA JERUK
A. Pembibitan
1. Persyaratan Bibit
Bibit jeruk yang biasa ditanam berasal dari perbanyakan vegetatif berupa penyambungan tunas pucuk. Bibit yang baik adalah yang bebas penyakit, mirip dengan induknya (true to type), subur, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar serabut banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi penangkaran bibit.
2. Penyiapan Bibit
Bibit yang biasa digunakan untuk budidaya jeruk didapatkan dengan cara generatif dan vegetatif.
3. Teknik Penyemaian Bibit
a) Cara generatif
Biji diambil dari buah dengan cara memeras buah yang telah dipotong. Biji dikeringanginkan di tempat yang tidak disinari selama 2-3 hari hingga lendirnya hilang.
Areal persemaian memiliki tanah yang subur. Tanah diolah sedalam 30-4- cm dan dibuat petakan persemaian berukuran 1,15-1,20 m membujur dari utara ke selatan. Jarak petakan 0,5-1 m. Sebelum ditanami, tambahkan pupuk kandang 1 kg/m2.
Biji ditanam dalam alur dengan jarak tanam 1-1,5 x 2 cm dan langsung disiram. Setelah tanam, persemaian diberi atap. Bibit dipindahtanam ke dalam polibag 15 x 35 cm setelah tingginya 20 cm pada umur 3-5 bulan. Media tumbuh dalam polibag adalah campuran pupuk kandang dan sekam (2:1) atau pupuk kandang, sekam, pasir (1:1:1).
b) Cara Vegetatif
Metode yang lazim dilakukan adalah penyambungan tunas pucuk dan penempelan mata tempel. Untuk kedua cara ini perlu dipersiapkan batang bawah (onderstam/rootstock) yang dipilih dari jenis jeruk dengan perakaran kuat dan luas, daya adaptasi lingkungan tinggi, tahan kekeringan, tahan/toleran terhadap penyakit virus, busuk akar dan nematoda. Varietas batang bawah yang biasa digunakan oleh penangkar adalah Japanese citroen, Rough lemon, Cleopatra, Troyer Citrange dan Carizzo citrange.
B. Pengolahan Media Tanam
Tanaman jeruk ditanam di tegalan tanah sawah/di lahan berlereng. Jika ditanam di suatu bukit perlu dibuat sengkedan/teras. Lahan yang akan ditamani dibersihkan dari tanaman lain atau sisa-sisa tanaman. Jarak tanam bervariasi untuk setiap jenis jeruk dapat dilihat pada data berikut ini:
1. Keprok dan Siem : jarak tanam 5 x 5 m
2. Manis : jarak tanam 7 x 7 m
3. Sitrun (Citroen) : jarak tanam 6 x 7 m
4. Nipis : jarak tanam 4 x 4 m
5. Grape fruit : jarak tanam 8 x 8 m
6. Besar : jarak tanam (10-12) x (10-12) m
Lubang tanam hanya dibuat pada tanah yang belum diolah dan dibuat 2 minggu sebelum tanah. Tanah bagian dalam dipisahkan dengan tanah dari lapisan atas tanah (25 cm). Tanah berasal dari lapisan atas dicampur dengan 20 kg pupuk kandang. Setelah penanaman tanah dikembalikan lagi ke tempat asalnya. Bedengan (guludan) berukuran 1 x 1 x 1 m hanya dibuat jika jeruk ditanam di tanah sawah.
C. Teknik Penanaman
Bibit jeruk dapat ditanam pada musim hujan atau musim kemarau jika tersedia air untuk menyirami, tetapi sebaiknya ditanam diawal musim hujan. Sebelum ditanam, perlu dilakukan:
1. Pengurangan daun dan cabang yang berlebihan.
2. Pengurangan akar.
3. Pengaturan posisi akar agar jangan ada yang terlipat.
Setelah bibit ditaman, siram secukupnya dan diberi mulsa jerami, daun kelapa atau daun-daun yang bebas penyakit di sekitarnya. Letakkan mulsa sedemikian rupa agar tidak menyentuh batang untuk menghindari kebusukan batang.
Sebelum tanaman berproduksi dan tajuknya saling menaungi, dapat ditanam tanaman sela baik kacang-kacangan/sayuran. Setelah tajuk saling menutupi, tanaman sela diganti oleh rumput/tanaman legum penutup tanah yang sekaligus berfungsi sebagai penambah nitrogen bagi tanaman jeruk.
D. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman
Dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh.
2. Penyiangan
Gulma dibersihkan sesuai dengan frekuensi pertumbuhannya, pada saat pemupukan juga dilakukan penyiangan.
3. Pembubunan
Jika ditanam di tanah berlereng, perlu diperhatikan apakah ada tanah di sekitar perakaran yang tererosi. Penambahan tanah perlu dilakukan jika pangkal akar sudah mulai terlihat.
4. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tajuk pohon dan menghilangkan cabang yang sakit, kering dan tidak produktif/tidak diinginkan. Dari tunas-tunas awal yang tumbuh biarkan 3-4 tunas pada jarak seragam yang kelak akan membentuk tajuk pohon. Pada pertumbuhan selanjutnya, setiap cabang memiliki 3-4 ranting atau kelipatannya. Bekas luka pangkasan ditutup dengan fungisida atau lilin untuk mencegah penyakit. Sebaiknya celupkan dulu gunting pangkas ke dalam Klorox/alkohol. Ranting yang sakit dibakar atau dikubur dalam tanah.
5. Pemupukan
Pemberian jenis pupuk dan dosis (gram/tanaman) setelah penanaman adalah sebagai berikut:
a) 1 bulan: Urea=100; ZA=200; TSP=25; ZK=100; Dolomit=20; P.kandang=20 kg/tan.
b) 2 bulan: Urea=200; ZA=400; TSP=50; ZK=200; Dolomit=40; P.kandang=40 kg/tan.
c) 3 bulan: Urea=300; ZA=600; TSP=75; ZK=300; Dolomit=60; P.kandang=60 kg/tan.
d) 4 bulan: Urea=400; ZA=800; TSP=100; ZK=400; Dolomit=80; P.kandang=80 kg/tan.
e) 5 bulan: Urea=500; ZA=1000; TSP=125; ZK=500; Dolomit=100; P.kandang=100 kg/tan.
f) 6 bulan: Urea=600; ZA=1200; TSP=150; ZK=600; Dolomit=120; P.kandang=120 kg/tan.
g) 7 bulan: Urea=700; ZA=1400; TSP=175; ZK=700; Dolomit=140; P.kandang=140 kg/tan.;
h) 8 bulan: Urea=800; ZA=1600; TSP=200; ZK=800; Dolomit=160; P.kandang=160 kg/tan.
i) >8 bulan: Urea >1000; ZA=2000; TSP=200; ZK=800; Dolomit=200; P.kandang=200 kg/tan.
6. Pengairan dan Penyiraman
Penyiraman jangan menggenangi batang akar. Tanaman diairi sedikitnya satu kali dalam seminggu pada musim kemarau. Jika air kurang tersedia, tanah di sekitar tanaman digemburkan dan ditutup mulsa.
7. Penjarangan Buah
Pada tahun di mana pohon jeruk berbuah lebat, perlu dilakukan penjarangan supaya pohon mampu mendukung pertumbuhan dan bobot buah serta kualitas buah terjaga. Buah yang dibuang meliputi buah yang sakit, yang tidak terkena sinar matahari (di dalam kerimbunan daun) dan kelebihan buah di dalam satu tangkai. Hilangkan buah di ujung kelompok buah dalam satu tangkai utama terdapat dan sisakan hanya 2-3 buah.
E. PANEN
1. Ciri dan Umur Panen
Buah jeruk dipanen pada saat masak optimal, biasanya berumur antara 28–36 minggu, tergantung jenis/varietasnya.
2. Cara Panen
Buah dipetik dengan menggunakan gunting pangkas.
3. Perkiraan Produksi
Rata-rata tiap pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang sampai 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1 ton/ha masih di bawah produksi di negara subtropis yang dapat mencapai 40 ton/ha.
F. PASCAPANEN
1. Pengumpulan
Di kebun, buah dikumpulkan di tempat yang teduh dan bersih. Pisahkan buah yang mutunya rendah, memar dan buang buah yang rusak. Sortasi dilakukan berdasarkan diameter dan berat buah yang biasanya terdiri atas 4 kelas. Kelas A adalah buah dengan diameter dan berat terbesar sedangkan kelas D memiliki diameter dan berat
terkecil.
2. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah buah dipetik dan dikumpulkan, selanjutnya buah disortasi/dipisahkan dari buah yang busuk. Kemudian buah jeruk digolongkan sesuai dengan ukuran dan jenisnya.
3. Penyimpanan
Untuk menyimpan buah jeruk, gunakan tempat yang sehat dan bersih dengan temperatur ruangan 8-10 derajat C.
4. Pengemasan
Sebelum pengiriman, buah dikemas di dalam keranjang bambu/kayu tebal yang tidak terlalu berat untuk kebutuhan lokal dan kardus untuk ekspor. Pengepakan jangan terlalu padat agar buah tidak rusak. Buah disusun sedemikian rupa sehingga di antara buah jeruk ada ruang udara bebas tetapi buah tidak dapat bergerak. Wadah untuk mengemas jeruk berkapasitas 50-60 kg.
A. Pembibitan
1. Persyaratan Bibit
Bibit jeruk yang biasa ditanam berasal dari perbanyakan vegetatif berupa penyambungan tunas pucuk. Bibit yang baik adalah yang bebas penyakit, mirip dengan induknya (true to type), subur, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar serabut banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi penangkaran bibit.
2. Penyiapan Bibit
Bibit yang biasa digunakan untuk budidaya jeruk didapatkan dengan cara generatif dan vegetatif.
3. Teknik Penyemaian Bibit
a) Cara generatif
Biji diambil dari buah dengan cara memeras buah yang telah dipotong. Biji dikeringanginkan di tempat yang tidak disinari selama 2-3 hari hingga lendirnya hilang.
Areal persemaian memiliki tanah yang subur. Tanah diolah sedalam 30-4- cm dan dibuat petakan persemaian berukuran 1,15-1,20 m membujur dari utara ke selatan. Jarak petakan 0,5-1 m. Sebelum ditanami, tambahkan pupuk kandang 1 kg/m2.
Biji ditanam dalam alur dengan jarak tanam 1-1,5 x 2 cm dan langsung disiram. Setelah tanam, persemaian diberi atap. Bibit dipindahtanam ke dalam polibag 15 x 35 cm setelah tingginya 20 cm pada umur 3-5 bulan. Media tumbuh dalam polibag adalah campuran pupuk kandang dan sekam (2:1) atau pupuk kandang, sekam, pasir (1:1:1).
b) Cara Vegetatif
Metode yang lazim dilakukan adalah penyambungan tunas pucuk dan penempelan mata tempel. Untuk kedua cara ini perlu dipersiapkan batang bawah (onderstam/rootstock) yang dipilih dari jenis jeruk dengan perakaran kuat dan luas, daya adaptasi lingkungan tinggi, tahan kekeringan, tahan/toleran terhadap penyakit virus, busuk akar dan nematoda. Varietas batang bawah yang biasa digunakan oleh penangkar adalah Japanese citroen, Rough lemon, Cleopatra, Troyer Citrange dan Carizzo citrange.
B. Pengolahan Media Tanam
Tanaman jeruk ditanam di tegalan tanah sawah/di lahan berlereng. Jika ditanam di suatu bukit perlu dibuat sengkedan/teras. Lahan yang akan ditamani dibersihkan dari tanaman lain atau sisa-sisa tanaman. Jarak tanam bervariasi untuk setiap jenis jeruk dapat dilihat pada data berikut ini:
1. Keprok dan Siem : jarak tanam 5 x 5 m
2. Manis : jarak tanam 7 x 7 m
3. Sitrun (Citroen) : jarak tanam 6 x 7 m
4. Nipis : jarak tanam 4 x 4 m
5. Grape fruit : jarak tanam 8 x 8 m
6. Besar : jarak tanam (10-12) x (10-12) m
Lubang tanam hanya dibuat pada tanah yang belum diolah dan dibuat 2 minggu sebelum tanah. Tanah bagian dalam dipisahkan dengan tanah dari lapisan atas tanah (25 cm). Tanah berasal dari lapisan atas dicampur dengan 20 kg pupuk kandang. Setelah penanaman tanah dikembalikan lagi ke tempat asalnya. Bedengan (guludan) berukuran 1 x 1 x 1 m hanya dibuat jika jeruk ditanam di tanah sawah.
C. Teknik Penanaman
Bibit jeruk dapat ditanam pada musim hujan atau musim kemarau jika tersedia air untuk menyirami, tetapi sebaiknya ditanam diawal musim hujan. Sebelum ditanam, perlu dilakukan:
1. Pengurangan daun dan cabang yang berlebihan.
2. Pengurangan akar.
3. Pengaturan posisi akar agar jangan ada yang terlipat.
Setelah bibit ditaman, siram secukupnya dan diberi mulsa jerami, daun kelapa atau daun-daun yang bebas penyakit di sekitarnya. Letakkan mulsa sedemikian rupa agar tidak menyentuh batang untuk menghindari kebusukan batang.
Sebelum tanaman berproduksi dan tajuknya saling menaungi, dapat ditanam tanaman sela baik kacang-kacangan/sayuran. Setelah tajuk saling menutupi, tanaman sela diganti oleh rumput/tanaman legum penutup tanah yang sekaligus berfungsi sebagai penambah nitrogen bagi tanaman jeruk.
D. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman
Dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh.
2. Penyiangan
Gulma dibersihkan sesuai dengan frekuensi pertumbuhannya, pada saat pemupukan juga dilakukan penyiangan.
3. Pembubunan
Jika ditanam di tanah berlereng, perlu diperhatikan apakah ada tanah di sekitar perakaran yang tererosi. Penambahan tanah perlu dilakukan jika pangkal akar sudah mulai terlihat.
4. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk tajuk pohon dan menghilangkan cabang yang sakit, kering dan tidak produktif/tidak diinginkan. Dari tunas-tunas awal yang tumbuh biarkan 3-4 tunas pada jarak seragam yang kelak akan membentuk tajuk pohon. Pada pertumbuhan selanjutnya, setiap cabang memiliki 3-4 ranting atau kelipatannya. Bekas luka pangkasan ditutup dengan fungisida atau lilin untuk mencegah penyakit. Sebaiknya celupkan dulu gunting pangkas ke dalam Klorox/alkohol. Ranting yang sakit dibakar atau dikubur dalam tanah.
5. Pemupukan
Pemberian jenis pupuk dan dosis (gram/tanaman) setelah penanaman adalah sebagai berikut:
a) 1 bulan: Urea=100; ZA=200; TSP=25; ZK=100; Dolomit=20; P.kandang=20 kg/tan.
b) 2 bulan: Urea=200; ZA=400; TSP=50; ZK=200; Dolomit=40; P.kandang=40 kg/tan.
c) 3 bulan: Urea=300; ZA=600; TSP=75; ZK=300; Dolomit=60; P.kandang=60 kg/tan.
d) 4 bulan: Urea=400; ZA=800; TSP=100; ZK=400; Dolomit=80; P.kandang=80 kg/tan.
e) 5 bulan: Urea=500; ZA=1000; TSP=125; ZK=500; Dolomit=100; P.kandang=100 kg/tan.
f) 6 bulan: Urea=600; ZA=1200; TSP=150; ZK=600; Dolomit=120; P.kandang=120 kg/tan.
g) 7 bulan: Urea=700; ZA=1400; TSP=175; ZK=700; Dolomit=140; P.kandang=140 kg/tan.;
h) 8 bulan: Urea=800; ZA=1600; TSP=200; ZK=800; Dolomit=160; P.kandang=160 kg/tan.
i) >8 bulan: Urea >1000; ZA=2000; TSP=200; ZK=800; Dolomit=200; P.kandang=200 kg/tan.
6. Pengairan dan Penyiraman
Penyiraman jangan menggenangi batang akar. Tanaman diairi sedikitnya satu kali dalam seminggu pada musim kemarau. Jika air kurang tersedia, tanah di sekitar tanaman digemburkan dan ditutup mulsa.
7. Penjarangan Buah
Pada tahun di mana pohon jeruk berbuah lebat, perlu dilakukan penjarangan supaya pohon mampu mendukung pertumbuhan dan bobot buah serta kualitas buah terjaga. Buah yang dibuang meliputi buah yang sakit, yang tidak terkena sinar matahari (di dalam kerimbunan daun) dan kelebihan buah di dalam satu tangkai. Hilangkan buah di ujung kelompok buah dalam satu tangkai utama terdapat dan sisakan hanya 2-3 buah.
E. PANEN
1. Ciri dan Umur Panen
Buah jeruk dipanen pada saat masak optimal, biasanya berumur antara 28–36 minggu, tergantung jenis/varietasnya.
2. Cara Panen
Buah dipetik dengan menggunakan gunting pangkas.
3. Perkiraan Produksi
Rata-rata tiap pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang sampai 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1 ton/ha masih di bawah produksi di negara subtropis yang dapat mencapai 40 ton/ha.
F. PASCAPANEN
1. Pengumpulan
Di kebun, buah dikumpulkan di tempat yang teduh dan bersih. Pisahkan buah yang mutunya rendah, memar dan buang buah yang rusak. Sortasi dilakukan berdasarkan diameter dan berat buah yang biasanya terdiri atas 4 kelas. Kelas A adalah buah dengan diameter dan berat terbesar sedangkan kelas D memiliki diameter dan berat
terkecil.
2. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah buah dipetik dan dikumpulkan, selanjutnya buah disortasi/dipisahkan dari buah yang busuk. Kemudian buah jeruk digolongkan sesuai dengan ukuran dan jenisnya.
3. Penyimpanan
Untuk menyimpan buah jeruk, gunakan tempat yang sehat dan bersih dengan temperatur ruangan 8-10 derajat C.
4. Pengemasan
Sebelum pengiriman, buah dikemas di dalam keranjang bambu/kayu tebal yang tidak terlalu berat untuk kebutuhan lokal dan kardus untuk ekspor. Pengepakan jangan terlalu padat agar buah tidak rusak. Buah disusun sedemikian rupa sehingga di antara buah jeruk ada ruang udara bebas tetapi buah tidak dapat bergerak. Wadah untuk mengemas jeruk berkapasitas 50-60 kg.
Rabu, 15 Desember 2010
KOMPUTER
Cara mengetahui lama pemakaian komputer
Mungkin ada diantara teman-teman yang sering tidak mengecek lama pemakaian komputer anda. Atau sudah berapa lama komputer terpakai. Dengan mengetahui lama pemakaian komputer, bisa membantu kita untuk mengistirahatkan (shutdown) komputer. Agar komputer anda bisa kembali dingin dan mudah-mudahan komputer bisa awet.
Lama waktu pemakaian komputer dihitung mulai dari komputer start (booting) hingga saat anda melakukan pengecekan lama pemkaian.
Untuk mengetahui lama pemakaian komputer, bisa lakukan prosedur berikut:
1. Pada start menu, pilih Start -> Run
ketik cmd
Klik tombol OK
2. Akan muncul commad prompt
3. Ketik systeminfo
kemudian tekan enter
4. Akan terlihat lama pemakaian komputer
(dalam contoh ini, lama pemakaian komputer saya adalah 6 jam 47 menit 22 detik)
Mungkin ada diantara teman-teman yang sering tidak mengecek lama pemakaian komputer anda. Atau sudah berapa lama komputer terpakai. Dengan mengetahui lama pemakaian komputer, bisa membantu kita untuk mengistirahatkan (shutdown) komputer. Agar komputer anda bisa kembali dingin dan mudah-mudahan komputer bisa awet.
Lama waktu pemakaian komputer dihitung mulai dari komputer start (booting) hingga saat anda melakukan pengecekan lama pemkaian.
Untuk mengetahui lama pemakaian komputer, bisa lakukan prosedur berikut:
1. Pada start menu, pilih Start -> Run
ketik cmd
Klik tombol OK
2. Akan muncul commad prompt
3. Ketik systeminfo
kemudian tekan enter
4. Akan terlihat lama pemakaian komputer
(dalam contoh ini, lama pemakaian komputer saya adalah 6 jam 47 menit 22 detik)
Rahasiah kinerja window XP
7 Rahasia Mempercepat Kinerja Windows XP
Ingin meningkatkan perfoma komputer atau notebook Anda lebih cepat dengan cara aman dan tidak perlu mengeluarkan biaya sepersen pun? Memang ada caranya? Ya, tanpa mengupgrade memori ataupun mengganti prosesor, sebenarnya kinerja komputer/notebook Anda dapat ditingkatkan dengan beberapa cara. Khusus untuk Operating System (OS) Windows XP, ada 6 cara meningkatkan kinerja OS Anda.
1. Non-aktifkan Program Start-Up Extra
Ada beberapa program aplikasi yang memiliki sifat carrier (bawaan) yang mengeksekusi program tersebut pada saat kita baru menghidupkan komputer (start-up). Contoh umum adalah program Updater Acrobat, Real Player, AOL, MS Groove, Winamp, Matlab, YM dan masih banyak lagi. Jika program ini aktif ketika start-up, maka antara start-up hingga dalam keadaan normal (ready) akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, non-aktifkanlah program-program yang tidak diperlukan pada awal start-up. Sebaiknya semua program aplikasi non-Windows dan antivirus, maka non-aktifkanlah. Berikut langkah-langkahnya :
1. Klik Start, lalu klik Run..
2. Ketiklah msconfig , lalu tekan enter atau klik OK.
3. Akan tampil System Configuration Utility
4. Pilih dan kliklah Startup
5. Pada tab Startup, Anda akan melihat box-box akan ditandai check list hijau(v). Pelajarilah setiap item tersebut dengan melihat Command. Cobalah hilangkan checklist hijau (v) pada item-item program yang tidak diinginkan. Program-program dengan command C:\Windows sebaiknya dibiarkan seperti kondisi semula.
6. Setelah beberapa item telah di unchekc (menghilangkan v pada box), maka kliklah Apply dan/atau OK. Akan ada konfirmasi apakah ingin restart?
7. Setelah restart, pada layar akan muncul konfirmasi lagi, dan pilihlah “option for not showing this dialogue every time your PC reboots“
2 . Optimasi Aturan Tampilan (Display Setting)
Secara normal, Windows XP memberi tampilan yang “indah”, dan tentu saja ini membutuhkan resource (cadangan memori) yang berlebih. Oleh karena itu, ada baiknya jika Anda memilih tampilan yang biasa-biasa saja alias sederhana. Berikut caranya:
1. Klik start, lalu klik kanan My Computer
2. Pilih dan kliklah Properties
3. Akan muncul System Properties
4. Pilihlah Advanced
5. Pada Perfomance, kliklah Setting
6. Akan muncul Perfomance Option dan Visual Effect
7. Klik Custom dan silahkan hilangkan beberapa item check list pada box, dan biarkan item-item dibawah ini tetap check (v).
* Use visual styles on windows and buttons
* Show shadows under menus
* Show shadows under mouse pointer
* Show translucent selection rectangle
* Show Window contents when dragging
* Slide taskbar buttons
* Use common tasks in folders
* Use drop shadows for icons labels on the desktop
8. Silahkan klik Apply. Dan kemudian klik OK.
3. Mempercepat Browsing File
Anda pasti mengalami ketika membuka “My Computer” untuk menelusuri folder-folder terjadi delay (butuh waktu beberapa saat). Hal ini disebabkan karena Windows XP secara otomatis sedang mencari file-file network dan printer setiap kali Anda membuka Windows Explorer. Untuk mempercepat kinerja ini, maka lakukanlah :
1. Klik start, dan double klik My Computer
2. Kliklah menu Tools (bagian atas)
3. Pilihlah Folder Options
4. Muncul box Folder Options, dan pilihlah View
5. Hilangkan check (v) pada Automatically search for network folders and
printers check box
6. Klik Apply dan selanjutnya OK.
7. Perubahan hasil akan terlihat setelah restart.
4. Jalankan Disk CleanUp
OS Windows maupun progam aplikasi selalu “menitip” file sementara (temporary files) di “sekeliling” hard disk Anda, sehingga membutuhkan space. Hal ini akan membuat kondisi hard disk akan “full” sehingga akan mempengaruhi faktor kecepatan Windows serta mengurangi efisiensi akses hard disk dan operasi memori virtual. Fenonema ini umumnya menjadi masalah ketika komputer kita digunakan untuk browsing dan surfing internet dengan frekuensi tinggi. Cara “penyembuhan”-nya adalah
1. Klik start, dan double klik My Computer
2. Klik kanan pada Drive C hard disk
3. Kliklah Disk Cleanup
4. Tunggulah beberapa saat dan akan muncul Disk Cleanup for (C:)
5. Pilihlah (berikan check list V) pada Temporary Internet Files and Recycle Bin
6. Klik OK dan selesai
7. Catatan : sebaiknya dilakukan 1 atau 2 minggu sekali
5. Disk Defragmenter
Sering mengcopy dan mendelete file-file dalam hard disk menyebabkan susunan file-file dalam hard disk berantarakan. Antara file folder A akan berserakan diantara folder B, C, atau D. Dan juga sebaliknya file folder B bisa berserakan diantara space folder A, C atau D dan seterusnya. Hal ini akan memperlambat kinerja Windows dalam mengakses data (pembaca hard disk akan mencari file-file cakram pada hard disk yang telah berserakan). Dan biasanya, setelah penggunaan dan peng-copy-an/ pen-delete-an terjadi selama 1, 2, 3 atau 4 bulan, maka struktur file akan berserakan. Untuk itu, kita perlu merapikan file tersebut. Caranya sebagai berikut :
1. Klik start dan pilih All Programs
2. Pilih Accessories
3. Pilih System Tools
4. Pilih Disk Defragmenter
5. Akan muncul “Disk Defragmenter” dengan tampilan volume hard disk kita
6. Kliklah Volume C, dan klik Analyze
7. Setelah beberapa saat, akan muncul hasil analisisnya. Akan muncul hasil yakni “You do not need to defragment this volume” atau “You need to defragment this volume“.
8. Jika yang muncul adalah “You need to defragment this volume“, maka kliklah Defragment. Jika sebaliknya, maka kliklah Close.
9. Setelah seleasai di C, Anda dapat mengecek untuk partisi hard disk di D, E dan seterusnya.
10. Catatan : lakukan pengecekan dan/atau defragment 2 atau 3 bulan sekali. Jangan sering-sering defragment karena akan berdampak buruk pada hard disk. Maksimum sekali dalam 2 bulan atau lebih.
6. Bersihkan Sistem Register yang Tidak digunakan *
Cara 6 agak sulit karena membutuhkan program untuk membersihkan/mendelete sistem register program-program yang sudah tidak digunakan lagi (sisa-sisa uninstall program). Disamping itu, banyak juga file-file register yang error dalam OS Windows seiring berjalannya waktu. Hal ini akan memperlambat kinerja Windows. Oleh karena itu, secara periodik (mungkin 3 atau 6 bulan sekali) kita perlu me’maintenance” file-file register yang bermasalah. Beberapa program membersihkan sistem register seperti Ashampoo TuneUp Utilities, RegCure dan masih banyak lagi. Sebenarnya, jika Anda mengerti fungsi register pada Windows, Anda dapat melakukannya secara manual melalui command regedit. Namun, agak sulit untuk awam.
7. Rahasia Tambahan +3
Selain 6 langkah tersebut, sebenarnya ada beberapa cara lain seperti :
1. Pemilihan program antivirus yang efisien, efektif dan handal. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak antivirus yang handal justru memperlambat kinerja Windows. Penggunaan jenis antivirus sangat bergantung pada “perlakuan” yang diberikan pada komputer/laptop Anda. Jika komputer Anda sering dimasukin flash disk atau download “aneh-aneh”, maka sebaiknya menggunakan antivirus yang handal. Jika tidak, Anda bisa tanpa menggunakan antivirus, namun dengan proteksi manual. Baca : Melindungi Komputer Secara Manual dari Serangan Virus
2. Setting “Direct Memory Access” (DMA)
3. Menon-aktifkan index file di Windows Component
Penutup
Sekianlah tip untuk mempercepat kinerja OS Windows Anda. Terdiri dari 5 cara praktis ditambah 4 tambahan umum. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Ingin meningkatkan perfoma komputer atau notebook Anda lebih cepat dengan cara aman dan tidak perlu mengeluarkan biaya sepersen pun? Memang ada caranya? Ya, tanpa mengupgrade memori ataupun mengganti prosesor, sebenarnya kinerja komputer/notebook Anda dapat ditingkatkan dengan beberapa cara. Khusus untuk Operating System (OS) Windows XP, ada 6 cara meningkatkan kinerja OS Anda.
1. Non-aktifkan Program Start-Up Extra
Ada beberapa program aplikasi yang memiliki sifat carrier (bawaan) yang mengeksekusi program tersebut pada saat kita baru menghidupkan komputer (start-up). Contoh umum adalah program Updater Acrobat, Real Player, AOL, MS Groove, Winamp, Matlab, YM dan masih banyak lagi. Jika program ini aktif ketika start-up, maka antara start-up hingga dalam keadaan normal (ready) akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, non-aktifkanlah program-program yang tidak diperlukan pada awal start-up. Sebaiknya semua program aplikasi non-Windows dan antivirus, maka non-aktifkanlah. Berikut langkah-langkahnya :
1. Klik Start, lalu klik Run..
2. Ketiklah msconfig , lalu tekan enter atau klik OK.
3. Akan tampil System Configuration Utility
4. Pilih dan kliklah Startup
5. Pada tab Startup, Anda akan melihat box-box akan ditandai check list hijau(v). Pelajarilah setiap item tersebut dengan melihat Command. Cobalah hilangkan checklist hijau (v) pada item-item program yang tidak diinginkan. Program-program dengan command C:\Windows sebaiknya dibiarkan seperti kondisi semula.
6. Setelah beberapa item telah di unchekc (menghilangkan v pada box), maka kliklah Apply dan/atau OK. Akan ada konfirmasi apakah ingin restart?
7. Setelah restart, pada layar akan muncul konfirmasi lagi, dan pilihlah “option for not showing this dialogue every time your PC reboots“
2 . Optimasi Aturan Tampilan (Display Setting)
Secara normal, Windows XP memberi tampilan yang “indah”, dan tentu saja ini membutuhkan resource (cadangan memori) yang berlebih. Oleh karena itu, ada baiknya jika Anda memilih tampilan yang biasa-biasa saja alias sederhana. Berikut caranya:
1. Klik start, lalu klik kanan My Computer
2. Pilih dan kliklah Properties
3. Akan muncul System Properties
4. Pilihlah Advanced
5. Pada Perfomance, kliklah Setting
6. Akan muncul Perfomance Option dan Visual Effect
7. Klik Custom dan silahkan hilangkan beberapa item check list pada box, dan biarkan item-item dibawah ini tetap check (v).
* Use visual styles on windows and buttons
* Show shadows under menus
* Show shadows under mouse pointer
* Show translucent selection rectangle
* Show Window contents when dragging
* Slide taskbar buttons
* Use common tasks in folders
* Use drop shadows for icons labels on the desktop
8. Silahkan klik Apply. Dan kemudian klik OK.
3. Mempercepat Browsing File
Anda pasti mengalami ketika membuka “My Computer” untuk menelusuri folder-folder terjadi delay (butuh waktu beberapa saat). Hal ini disebabkan karena Windows XP secara otomatis sedang mencari file-file network dan printer setiap kali Anda membuka Windows Explorer. Untuk mempercepat kinerja ini, maka lakukanlah :
1. Klik start, dan double klik My Computer
2. Kliklah menu Tools (bagian atas)
3. Pilihlah Folder Options
4. Muncul box Folder Options, dan pilihlah View
5. Hilangkan check (v) pada Automatically search for network folders and
printers check box
6. Klik Apply dan selanjutnya OK.
7. Perubahan hasil akan terlihat setelah restart.
4. Jalankan Disk CleanUp
OS Windows maupun progam aplikasi selalu “menitip” file sementara (temporary files) di “sekeliling” hard disk Anda, sehingga membutuhkan space. Hal ini akan membuat kondisi hard disk akan “full” sehingga akan mempengaruhi faktor kecepatan Windows serta mengurangi efisiensi akses hard disk dan operasi memori virtual. Fenonema ini umumnya menjadi masalah ketika komputer kita digunakan untuk browsing dan surfing internet dengan frekuensi tinggi. Cara “penyembuhan”-nya adalah
1. Klik start, dan double klik My Computer
2. Klik kanan pada Drive C hard disk
3. Kliklah Disk Cleanup
4. Tunggulah beberapa saat dan akan muncul Disk Cleanup for (C:)
5. Pilihlah (berikan check list V) pada Temporary Internet Files and Recycle Bin
6. Klik OK dan selesai
7. Catatan : sebaiknya dilakukan 1 atau 2 minggu sekali
5. Disk Defragmenter
Sering mengcopy dan mendelete file-file dalam hard disk menyebabkan susunan file-file dalam hard disk berantarakan. Antara file folder A akan berserakan diantara folder B, C, atau D. Dan juga sebaliknya file folder B bisa berserakan diantara space folder A, C atau D dan seterusnya. Hal ini akan memperlambat kinerja Windows dalam mengakses data (pembaca hard disk akan mencari file-file cakram pada hard disk yang telah berserakan). Dan biasanya, setelah penggunaan dan peng-copy-an/ pen-delete-an terjadi selama 1, 2, 3 atau 4 bulan, maka struktur file akan berserakan. Untuk itu, kita perlu merapikan file tersebut. Caranya sebagai berikut :
1. Klik start dan pilih All Programs
2. Pilih Accessories
3. Pilih System Tools
4. Pilih Disk Defragmenter
5. Akan muncul “Disk Defragmenter” dengan tampilan volume hard disk kita
6. Kliklah Volume C, dan klik Analyze
7. Setelah beberapa saat, akan muncul hasil analisisnya. Akan muncul hasil yakni “You do not need to defragment this volume” atau “You need to defragment this volume“.
8. Jika yang muncul adalah “You need to defragment this volume“, maka kliklah Defragment. Jika sebaliknya, maka kliklah Close.
9. Setelah seleasai di C, Anda dapat mengecek untuk partisi hard disk di D, E dan seterusnya.
10. Catatan : lakukan pengecekan dan/atau defragment 2 atau 3 bulan sekali. Jangan sering-sering defragment karena akan berdampak buruk pada hard disk. Maksimum sekali dalam 2 bulan atau lebih.
6. Bersihkan Sistem Register yang Tidak digunakan *
Cara 6 agak sulit karena membutuhkan program untuk membersihkan/mendelete sistem register program-program yang sudah tidak digunakan lagi (sisa-sisa uninstall program). Disamping itu, banyak juga file-file register yang error dalam OS Windows seiring berjalannya waktu. Hal ini akan memperlambat kinerja Windows. Oleh karena itu, secara periodik (mungkin 3 atau 6 bulan sekali) kita perlu me’maintenance” file-file register yang bermasalah. Beberapa program membersihkan sistem register seperti Ashampoo TuneUp Utilities, RegCure dan masih banyak lagi. Sebenarnya, jika Anda mengerti fungsi register pada Windows, Anda dapat melakukannya secara manual melalui command regedit. Namun, agak sulit untuk awam.
7. Rahasia Tambahan +3
Selain 6 langkah tersebut, sebenarnya ada beberapa cara lain seperti :
1. Pemilihan program antivirus yang efisien, efektif dan handal. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak antivirus yang handal justru memperlambat kinerja Windows. Penggunaan jenis antivirus sangat bergantung pada “perlakuan” yang diberikan pada komputer/laptop Anda. Jika komputer Anda sering dimasukin flash disk atau download “aneh-aneh”, maka sebaiknya menggunakan antivirus yang handal. Jika tidak, Anda bisa tanpa menggunakan antivirus, namun dengan proteksi manual. Baca : Melindungi Komputer Secara Manual dari Serangan Virus
2. Setting “Direct Memory Access” (DMA)
3. Menon-aktifkan index file di Windows Component
Penutup
Sekianlah tip untuk mempercepat kinerja OS Windows Anda. Terdiri dari 5 cara praktis ditambah 4 tambahan umum. Terima kasih, semoga bermanfaat.
Jadwal Pertandingan Persib Bandung LSI 2010/2011
Jadwal Pertandingan Persib Liga Super Indonesia 2010/2011
PUTARAN I
28 Sep 2010 Persela vs Persib
02 Oct 2010 Deltras vs Persib
16 Oct 2010 Persib vs Persiba
23 Oct 2010 Persib vs PSM
30 Oct 2010 Persija vs Persib
02 Nov 2010 PSPS vs Persib
02 Jan 2011 Sriwijaya FC vs Persib
05 Jan 2011 Persib vs Persibo
08 Jan 2011 Persib vs Persijap
16 Jan 2011 Bontang FC vs Persib
20 Jan 2011 Persisam vs Persib
23 Jan 2011 Persib vs Arema
26 Jan 2011 Persib vs Persema
30 Jan 2011 Persiwa vs Persib
02 Feb 2011 Persipura vs Persib
06 Feb 2011 Persib vs Pelita Jaya
09 Feb 2011 Persib vs Semen Padang
PUTARAN II
07 Mar 2011 Pelita Jaya vs Persib
10 Mar 2011 Semen Padang vs Persib
19 Mar 2011 Persib vs Persiwa
23 Mar 2011 Persib vs Persipura
27 Mar 2011 Persema vs Persib
30 Mar 2011 Arema vs Persib
02 Apr 2011 Persib vs Bontang FC
05 Apr 2011 Persib vs Persisam
08 Apr 2011 Persib vs Sriwijaya FC
17 Apr 2011 Persibo vs Persib
23 Apr 2011 Persijap vs Persib
07 Mei 2011 Persib vs Persija
11 Mei 2011 Persib vs PSPS
01 Jun 2011 Persiba vs Persib
04 Jun 2011 PSM vs Persib
14 Jun 2011 Persib vs Persela
19 Jun 2011 Persib vs Deltras
PUTARAN I
28 Sep 2010 Persela vs Persib
02 Oct 2010 Deltras vs Persib
16 Oct 2010 Persib vs Persiba
23 Oct 2010 Persib vs PSM
30 Oct 2010 Persija vs Persib
02 Nov 2010 PSPS vs Persib
02 Jan 2011 Sriwijaya FC vs Persib
05 Jan 2011 Persib vs Persibo
08 Jan 2011 Persib vs Persijap
16 Jan 2011 Bontang FC vs Persib
20 Jan 2011 Persisam vs Persib
23 Jan 2011 Persib vs Arema
26 Jan 2011 Persib vs Persema
30 Jan 2011 Persiwa vs Persib
02 Feb 2011 Persipura vs Persib
06 Feb 2011 Persib vs Pelita Jaya
09 Feb 2011 Persib vs Semen Padang
PUTARAN II
07 Mar 2011 Pelita Jaya vs Persib
10 Mar 2011 Semen Padang vs Persib
19 Mar 2011 Persib vs Persiwa
23 Mar 2011 Persib vs Persipura
27 Mar 2011 Persema vs Persib
30 Mar 2011 Arema vs Persib
02 Apr 2011 Persib vs Bontang FC
05 Apr 2011 Persib vs Persisam
08 Apr 2011 Persib vs Sriwijaya FC
17 Apr 2011 Persibo vs Persib
23 Apr 2011 Persijap vs Persib
07 Mei 2011 Persib vs Persija
11 Mei 2011 Persib vs PSPS
01 Jun 2011 Persiba vs Persib
04 Jun 2011 PSM vs Persib
14 Jun 2011 Persib vs Persela
19 Jun 2011 Persib vs Deltras
Rabu, 17 Februari 2010
PROPOSAL TUGAS AKHIR
PENGARUH BERBAGAI SPESIES MURBEI (Morus sp)
SEBAGAI PAKAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.)
TERHADAP PRODUKSI KOKON
PROPOSAL
TUGAS AKHIR (TA)
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Di Politeknik Negeri Jember Jurusan Manajemen Agroindustri Program Studi Manajemen Agribisnis
Disusun oleh :
RIKI SONDARI
K40506 12
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2010
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi benang sutera Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi kokon dan benang sutera yang berasal dari hasil pemeliharaan ulat sutera. Makanan ulat sutera adalah daun murbei. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh produksi kokon yang maksimal serta benang sutera sesuai dengan target yang ditetapkan adalah pengembangan tanaman murbei yang baik untuk pakan ulat sutera. Salah satu kendala bagi usaha tani persuteraan alam di Indonesia pada umumnya adalah produktivitas kebun murbei yang relatif masih rendah, yaitu ± 8 ton/ha/th (Sulthoni, 1981).
Murbei (Morus sp) adalah salah satu jenis tanaman yang tergolong dalam famili moraceae yang daunnya digunakan sebagai bahan makanan ulat sutera (Bombyx mori L.) yaitu spesies serangga penghasil benang sutera yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman murbei banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada daerah sampai ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 210 - 250C. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Tanaman murbei tidak menuntut persyaratan ketinggian tertentu, sebab ketinggian berapapun murbei bisa tumbuh. Tanaman murbei dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis. Beberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh secara liar. Ulat sutera lebih cocok berkembang baik ditempat beriklim sejuk, sehingga murbei paling ideal ditanam dengan ketinggian berkisar 400-800 di atas permukaan laut. Nazarudin dan Nurcahyo (1992).
Ulat sutera Bombyx mori L. merupakan hasil usaha tani persuteraan alam masyarakat pedesaan yang turut berperan dalam menunjang pembangunan nasional. Untuk lebih memberdayakan usaha tersebut diperlukan suatu perangkat yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas kokon, sehingga pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sutera.
Ulat-ulat sutera yang telah mengalami pergantian kulit empat kali dan makan daun murbei cukup, maka kelenjar suteranya tumbuh menjadi besar dan isi badannya sebagian besar tediri atas kelenjar tersebut. Karena itu, badan ulat sutera tembus cahaya dan dari mulutnya mulai mengeluarkan serat sutera. Ulat sutera yang demikian dikatakan sebagai ulat sutera yang siap mengokon. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Kokon ulat sutera merupakan pelindung pupa yanmg terbuat dari serat-serat sutera yang dijalin oleh larva bila hendak membentuk kepongpong atau pupa. Agar pengokonan berjalan dengan baik, ulat perlu disediakan tempat khusus sebagai tempat menempelnya kokon.
Produksi benang sutera Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi kokon dan benang sutera yang berasal dari hasil pemeliharaan ulat sutera. Makanan ulat sutera adalah daun murbei, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh mutu kokon segar yang maksimal serta benang sutera sesuai dengan target yang ditetapkan adalah dengan pemberian pakan yang baik.
Salah satu cara memperoleh produksi kokon berkualitas baik adalah dengan pengaturan suhu dan kelembaban ruangan pemeliharaan sesuai dengan pertumbuhan ulat, pemberian daun murbei yang berkualitas baik dan jumlah yang cukup serta melaksanakan desinfeksi ruangan dan peralatan pemeliharaan. Hatta dkk (1980), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
1.2 Rumusan Masalah
Daun murbei merupakan satu-satunya pakan ulat suter Bombyx mori L. Saat ini sudah di dapatkan beberapa varietas murbei yang baik untuk pakan ulat sutera diantaranya: Morus alba var. Kanva-2, M. Multicaulis, M. Cathayana, M. Alba. Var, Kakuso dan masih banyak lagi varietas murbei yang digunakan sebagai pakan ulat sutra. Penelitian yang mengarah pada Pengaruh Berbagai Spesies Murbei (Morus spp) Sebagai Pakan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Terhadap Produksi Kokon dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian daun murbei spesies multicaulis sebagai pakan ulat sutera akan meningkatkan produksi kokon?
2. Apakah pemberian daun murbei spesies cathayana sebagai pakan ulat sutera akan meningkatkan produksi kokon?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh pemberian pakan spesies Multicaulis terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh pemberian pakan spesies Kanva terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh pemberian pakan campuran terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi pengembangan ilmu pengetahuan bagi petani sutera dan mayarakat pada umumnya untuk memperoleh produksi kokon yang maksimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Samsijah dan Kusumaputra (1976), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000), meneliti pengaruh pemberian pakan terhadap ulat kecil dan ulat besar, dengan daun dari jenis berbeda (Morus. alba, M. cathayana dan M. multicaulis) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon. M. alba mempunyai kadar protein tertinggi pada daun muda (18,66%), maupun daun tua (17,59%), disbanding dengan jenis lain, sedangkan kandungan karbohidrat tertinggi ada pada M. cathayana yaitu (56,18%) pada daun muda dan ( 63,14%) ada pada daun tua. Pemberian pakan M. alba pada ulat kecil dan M. multicaulis pada ulat besar, memberikan rendemen pemeliharaan tertinggi dan mutu kokon yang cukup baik.
Saranga dkk (1992), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000), melakukan percobaan tentang pengaruh jenis pakan kepada produksi kokon di Laboraturium pemeliharaan ulat sutera, Balai Persuteraan Alam Bili-bili, Sulawesi Selatan.
Ke empat jenis daun yang diberikan diantaranya : M. multicaulis, M. alba, M. cathayana dan M. nigra, pada ke dua ras percobaan, yaitu F1 dari ras Jepang dan ras Bili-bili (BN) dan ras China dan Bili-bili (BC), tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva, bobot kokon, maupun prosentase kulit kokon, namun ternyata M. multicaulis dan M. alba mempengaruhi mutu serat, yaitu menghasilkan serat kokon yang panjangnya masing-masing 1.172,33 m dan 1.125,30 m.
Menurut Sumardjito dan Suhartadi (1987), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000). Dalam penelitian dipakatto, Bili-bili, Sulawesi Selatan, murbei BNK Rajawali, M. nigra dan M. australis mempunyai sifat-sipat unggul dalam hal daya tahan tumbuh stek, perkembangan akar dan pertumbuhan stek, akan tetapi produksi daun M. alba, M. Cathayana dan M. multicaulis ternyata jauh lebih baik dari jenis-jenis lain. (BNK: B = Bili-bili; N = Nigra; K = kokuso).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Murbei (Morus sp)
a) Ciri Morfologi
Tumbuhan murbei termasuk kedalam famili Moraceae, Ordo Urticales, Kelas Dicociledonae, Subdivisi Agiospermae dan Divisi Spermatophyta. Tumbuhan murbei berhabitus perdu atau pohon, dengan tinggi 6-25 m. Morus macraura dapat mencapai tinggi 35 m, batang: hijau atau kelabu atau kecoklatan. Cabang-cabang tegak, mendatar atau menggantung, cabang banyak, batang bulat, warna hijau atau kelabu atau cokelat atau ungu, keluar dari ketiak daun. Daun-daun tunggal, letak daun pada cabang sepiral; berbentuk oval atau bulat atau bercangap atau berlekuk atau tidak, ujung meruncing atau membulat, tepi daun berigi atau beringgit; permukaan daun kasar atau agak kasar; permukaan daun mengkilap; tulang daun sebelah bawah tampak jelas. Bunga-bunga berumah satu (monoecious) atau dua (dioecious), mempunyai bunga jantan dan betina yang keduanya tersususn dalam untaian dan pada umumnya terpisah satu sama lain (unisexsual). Buah-buahan majemuk, waktun muda hijau dan setelah masak berwarna merah sampai ungu kehitaman. Anonim (2001).
Morus Multicaulis dikenal dengan nama “murbei multi” atau “murbei besar”. Berupa perdu, yang cepat besar dan tinggi. Warna batabang cokelat atau coklat kehijau-hijauan. Daunnya sangat besar, membulat dan permukaannya bergelombang, sedangkan pinggiran daun bergerigi.
Cabang tidak banyak paling antara 2-4 cabang saja. Setiap cabang cepat memanjang dan membesar. Buahnya berwarna merah, yang keluar pada waktu stek baru ditanam, atau batangnya baru dipangkas. Buahnya jarang didapat pada cabang atas.
Sekarang banyak ditanam untuk makanan ulat, karena bentuk daunnya yang besar dan kecepatan tumbuhnya. Tetapi sangat disayangkan, bahwa pucuk-pucuknya mudah dan cepat sekali diserang hama serangga atau penyakit bakteri, virus atau jamur, sehingga bentuknya menggulung atau rusak. Atmosoedarjo, dkk (2000).
Menurut Katsumata (1972), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000). di jawa ada beberapa jenis murbei yang daunya baik untuk digunakan sebagai pakan ulat sutera, yaitu Morus. alba, M. nigra, M. cathayana, M. multicaulis dan M. australis. Sedang di Sulawesi Selatan murbei yang ditanam petani sutera pada umumnya jenis-jenis M. nigra dan M. australis.
Tabel. Hasil analisis proksimat berbagai jenis daun murbei
Jenis daun Persentase bahan kering
Kadar air Bahan kering Protein Kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Energi (kal/g)
Morus multicaulis
- Daun muda 74,64 25,36 21,99 3,70 12,56 51,85 9,90 4519
- Daun tua 75,13 24,87 19,66 5,09 16,86 44,32 14,05 3541
Morus kanva
- Daun muda 78,21 21,79 20,87 4,20 8,22 57,20 9,50 4663
- Daun tua 71,47 28,53 17,99 5,81 13,61 49,38 13,20 4153
Morus cathayana
- Daun muda 73,69 26,31 19,09 3,71 8,45 59,53 9,22 4406
- Daun tua 70,78 29,22 16,39 5,16 16,80 47,61 14,03 4246
Morus alba
- Daun muda 68,89 30,11 22,59 4,10 10,21 53,26 9,83 4502
- Daun tua 69,50 30,50 22,10 6,09 10,57 46,81 14,43 4282
Morus nigra
- Daun muda 71,19 28,81 22,83 4,24 11,68 51,04 10,22 4373
- Daun tua 67,62 32,38 15,71 6,15 11,69 51,73 14,71 4378
Dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Balitbangnak, Deptan
Tabel Kandungan vitamin 1) dan mineral 2) berbagai jenis daun murbei
Jenis daun Persentase bahan kering
Vitamin A ( mg %) Vitamin C
(mg %) Calcium
(%) Phosphor
(%)
Morus multicaulis
- Daun muda 2.480,92 12,90 1,55 0,46
- Daun tua 2.799,06 9,32 3,07 0,28
Morus kanva
- Daun muda 5.262,70 13,79 1,38 0,37
- Daun tua 4.598,49 14,62 2,24 0,25
Morus cathayana
- Daun muda 5.671,31 11,70 1,53 0,36
- Daun tua 5.736,85 13,37 2,99 0,33
Morus alba
- Daun muda 4.441,29 12,31 1,71 0,36
- Daun tua 3.705,23 12,73 2,98 0,31
Morus nigra
- Daun muda 4.477,56 14,70 1,88 0,36
- Daun tua 3.541,31 14,16 3,23 0,24
1) Dianalisis di Lab. Balitbang Gizi, Depkes
2) Dianalisis di Lab. Balitbangnak, Deptan
Tabel Komposisi 15 macam asam amino berbagai daun murbei (persentase dari bahan kering)
Jenis asam amino M. multicaulis M. kanva M. cathayana M. alba M. nigra
Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua
Aspartat 0,37 0,20 0,43 0,39 0,41 0,59 0,45 0,47 0,59 0,38
Threonin 0,29 0,18 0,21 0,23 0,32 0,32 0,36 0,34 0,30 0,24
Serin 0,18 0,12 0,18 0,16 0,14 0,23 0,16 0,21 0,02 0,21
Glutamat 0,73 0,54 0,67 0,60 0,58 0,76 0,64 0,75 0,81 0,52
Glisin 0,18 0,12 0,15 0,17 0,17 0,25 0,21 0,24 0,25 0,20
Alanin 0,36 0,33 0,32 0,26 0,28 0,35 0,31 0,32 0,38 0,26
Valin 0,40 0,34 0,16 0,18 0,22 0,31 0,29 0,28 0,34 0,20
Methionin 0,07 0,06 0,05 0,04 0,05 0,07 0,06 0,05 0,06 0,04
Isoleusin 0,15 0,10 0,11 0,12 0,16 0,22 0,18 0,20 0,21 0,18
Leusin 0,39 0,21 0,30 0,28 0,30 0,41 0,34 0,43 0,48 0,35
Tirosin 0,20 0,28 0,17 0,18 0,18 0,24 0,21 0,23 0,24 0,19
Fenilalanin 0,26 0,23 0,20 0,19 0,20 0,28 0,28 0,23 0,31 0,22
Histidin 0,11 0,09 0,08 0,07 0,09 0,12 0,11 0,11 0,13 0,12
Lisin 0,31 0,28 0,25 0,21 0,24 0,27 0,35 0,32 0,32 0,31
Arginin 0,25 0,21 0,20 0,19 0,20 0,22 0,26 0,25 0,29 0,22
Dianalisis di Laboratorium BPIHP, Bogor.
b) Syarat Tumbuh
Tanaman murbei tidak menuntut persyaratan ketinggian tertentu, sebab ketinggian berapapun murbei bisa tumbuh. Tanaman murbei dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis. Beberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh secara liar. Ulat sutera lebih cocok berkembang baik ditempat beriklim sejuk, sehingga murbei paling ideal ditanam dengan ketinggian berkisar 400-800 di atas permukaan laut. Nazarudin dan Nurcahyo (1992).
Tanaman murbei tumbuh baik antara musim hujan dan musim kemarau. Daerah yang mempunyai temperatur 20-30 0C sangat cocok untuk pertumbuhan murbei dan akan berhenti pada temperatur 40 0C. Setiap 10-15 hari membutuhkan sekitar 50 mm air. Lahan sebaiknya dapat dialiri air karena hal ini akan bermanfaat terutama dimusim kemarau. Murbei pada daerah curah hujan antara 2500-3000 mm/tahun akan mengatasi masalah dalam hal pengairan. Penyinaran matahari yang cukup akan menghasilkan tanaman yang sehat.
Tanah yang ditanami harus cukup mensuplai udara, air dan makanan bahkan dalam lapisan yang paling dalam dimana akar dapat menjangkau. Tanah sebaiknya memiliki pH 6,2-7, teksturnya gembur dan mempunyai porositas yang baik kemampuan menahan air sehingga menghasilkan produktivitas tinggi Anonim (2001).
2.2.2 Ulat Sutera (Bombyx mori L)
a) Ciri Morfologi dan Siklus Hidup
Ulat sutera adalah anggota Famili Bombicidae, Ordo Lopidoptera, Kelas Insekta (heksapoda) dan Phylum Arthropoda.
Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dimulai dari telur, ulat (larva), kepongpong (pupa) dan ngengat (imago). Bombyx mori L. tergolong endopterigota yaitu serangga yang perkembangan sayapnya terjadi di dalam badan dan fase pradewasa berbeda dengan fase dewasa, baik dalam prilaku, makanan maupun bentuknya. Samsijah (1992), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Ngengat yang telah melakukan perkawinan akan menghasilkan telur berbentuk elips, panjang 1,2-1,5 mm, lebar 1,2 mm dan berat 0,5-0,7 mg.telur yang baru keluar berwarna kuning dan berangsur-angsur akan berubah menjadi warna abu-abu. Telur menetas menjadi larva setelah 9-10 hari. Larva yang baru menetas mempunyai banyak seta dipermukaan tubuhnya, warna tubuh umumnya hitam dan panjangnya sekitar 3 mm. Larva akan mengalami lima pergantian kulit dan akan berhenti makan selama 24 jam. Periode makan tersebut sering disebut instar. Ulat yang berumur 1-4 hari tegolong ulat instar I, setelah 2 hari panjang tubuh ulat akan menjadi 7 mm, permukaan tubuh mengkilat dan seta semakin kurang jelas. Setelah hari ke-3 ulat akan mengalami eksdisis (pergantian kulit) dan berhenti makan selama 24 jam. Ulat instar II (umur 5-8 hari), akan mempunyai panjang sekitar 8,0 mm dan berat 6,0 mg. Selanjutnya, ulat memasuki instar III (9-13 hari), panjang tubuh 15,0 mm, berat 35,0 mg dan warna ulat berangsur-angsur menjadi putih. Ulat instar IV (umur 13-17 hari) memiliki panjang 670-1062 mm dan berat 35,21 mg. Pada umur 19-26 hari (instar V) mempunyai panjang 70 mm dan berat maksimum 3527-4627 mg, setelah instar V akan berhenti makan dan warna kulit berubah menjadi transparan dan akan membentuk kokon. Kokon akan berubah menjadi pupa dan berkembang menjadi kupu (ngengat) dan akan menebus kokon dengan mengeluarkan zat perusak kokon.
b) Budidaya ulat Sutera
Pertumbuhan larva ulat sutera membutuhkan keadaan lingkungan tertentu. Makin tinggi tingkat perkembangan ulat, maka diperlukan temperatur dan kelembaban yang makin rendah. Ulat instar I tumbuh pada temperatur 20-28 0C dan kelembaban 85-90 %, ulat instar II tumbuh pada temperatur 26-28 0C dan kelembaban 85 %, ulat instar III tumbuh pada temperatur 24-26 0C dan kelembaban 75 %, ulat instar IV tumbuh pada temperatur 23-24 0C dan kelembaban 70 % dan ulat instar V tumbuh pada temperatur 22-23 0C dan kelembaban 70 %.
Kokon bibit akan berkembang baik jika temperatur terpelihara 23-24 0C dengan kelembaban 70-75 % diberi cahaya yang sangat gelap. Pupa tumbuh baik pada temperatur 23-25 0C dan kelembaban 70-80 %. Bila temperatur dan kelembaban rendah maka ulat tidak akan hidup dengan baik. Anonim (1984).
Pengaturan cahaya ruang pemeriharaan sangat penting karena ulat sutera tidak menyukai keadaan cahaya yang terlalu terang maupun terlalu gelap, tetapi lebih suka pada keadaan cahaya lemah (15-30 lux). Selain itu, untuk pertumbuhan ulat diperlukan udara yang bersih dan segar. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Pemeliharaan ulat sutera agar berhasil perlu memerlukan beberapa faktor yaitu faktor makanan, lingkungan, ruangan, alat-alat pemeliharaan, jenis ulat dan pengetahuan tentang cara pemeliharaan yang baik dan benar-benar dikuasai.
2.2.3 Kokon
Ulat-ulat sutera yang telah mengalami pergantian kulit empat kali dan makan daun murbei cukup, maka kelenjar suteranya tumbuh menjadi besar dan isibadannya sebagian besar tediri atas kelenjar tersebut. Karena itu, badan ulat sutera tembus cahaya dan dari mulutnya mulai mengeluarkan serat sutera. Ulat sutera yang demikian dikatakan sebagai ulat sutera yang siap mengokon. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Kokon ulat sutera merupakan pelindung pupa yanmg terbuat dari serat-serat sutera yang dijalin oleh larva bila hendak membentuk kepongpong atau pupa. Agar pengokonan berjalan dengan baik, ulat perlu disediakan tempat khusus sebagai tempat menempelnya kokon.
2.3 Hipotesis
H0 : Varietas murbei (Morus sp) sebagai pakan ulat sutera (Bombyx mori L) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kokon.
H1 : Varietas murbei (Morus sp) sebagai pakan ulat sutera (Bombyx mori L) berpengaruh nyata terhadap produksi kokon.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang 6 (enam) kali ulangan dan setiap unit percobaan terdiri dari 100 ekor ulat sutera Bombyx mori L. Sebagai perlakuan adalah pakan ulat sutera yaitu daun murbei yang terdiri dari:
a) Kontrol (Campuran) (P0)
b) M. multicaulis (P1)
c) M. cathayana (P2)
Teknis analisais Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika yaitu sebagai berikut:
ỵij = µ + αi + εij
ỵij = Pengaruh perlakuan ke i ulangan ke j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke i
εij = Galat percoabaan pada perlakuan i dengan ulangan ke j
3.1.1 Parameter yang diamati
Parameter yang akan diamati dalam melakukan penelitian ini ialah sebagai berikut:
a) Persentase kematian ulat kecil (instar I - III) adalah jumlah ulat yang mati dibagi jumlah ulat instar I – III kali 100%.
b) Persentase kematian ulat besar (instar IV - V) adalah jumlah ulat yang mati dibagi jumlah ulat instar IV - V kali 100%.
c) Persentase rendemen pemeliharaan adalah jumlah hasil kokon dibagi jumlah ulat yang dipelihara dari awal instar IV kali 100%.
d) Berat kokon basah adalah berat kokon seluruhnya termasuk kulit kokon dan pupanya.
e) Berat kulit kokon adalah berat kokon basah yang telah dikeluarkan pupanya.
f) Persentase berat kulit kokon adalah berat kulit kokon dibagi berat kokon basah kali 100%.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya :
a) Alat
1. Ruang pemeliharaan ulat kecil 11. Jaring
2. Ruang pemeliharan ulat besar 12. Ember
3. Alat pengokonan 13. Baskom
4. Kotak penetasan 14. Saringan
5. Rak inkubasi 15. Tatanan
6. Sasag 16. Pisau
7. Rak ulat kecil 17. Sapu lidi
8. Rak ulat besar 18. Lap
9. Kertas parafin 19. Sandal
10. Sumpit 20. Termometer
b) Bahan
1. Bibit telur ulat sutera
2. Kapur
3. Kaporit
4. Pakan ( Daun murbei).
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kp. Sukadana Rt. 05 Rw. 05 Desa. Wangunjaya Kecamatan. Banjarwangi Kabupaten. Garut (Jawa Barat), pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Pemeliharaan
Salah satu pekerjaan yang paling penting dalam mempersiapkan pemeliharaan ulat sutera adalah desinfeksi. Persiapan selanjutnya yaitu penyedian telur atau bibit ulat sutera, persiapan daun murbei sebagai pakan ulat sutera, persiapan sarana dan prasarana, tenaga kerja dan bahan pendukung lainnya.
3.4.2 Penetasan Telur
Penetasan telur ulat sutera atau inkubasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Ruang inkubasi disterilkan dengan menyemprotkan formalin 5%
b) Telur ditetaskan dalam ruangan inkubasi yang gelap selama 3 hari
c) Telur diberikan penerangan dengan sinar matahari selama 6 jam
d) Penetasan dilakukan dalam kotak penetasan
e) Jumlah populasi telur 25.000 butir per boks.
3.4.3 Pemeliharaan Ulat Kecil
Pemeliharaan ulat kecil ialah pemeliaharan ulat mulai dari instar I sampai dengan intar III dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Rumah Ulat Kecil disemprot formalin 5% 2 minggu sebelum pemeliharaan
b) Ulat instar I diberi makan pertama jika telah menetas seluruhnya
c) Ulat kecil dipindahkan pada kotak pemeliharaan yang lebih besar dengan alas kertas parafin
d) Pemberian pakan dilakukan setiap saat pada instar I, II dan III
e) Daun murbei untuk pakan diiris tipis-tipis dan dirajang
f) Daun untuk pakan ulat kecil adalah daun ke 4-7(instar I); daun ke 7-9 (instar II) dan daun ke 9 -11 (instar III)
g) Desinfeksi pada tubuh ulat dilakukan setiap pergantian kulit
h) Pada saat ulat tidur pada perpindahan instar dilakukan sanitasi ruangan
i) Pemindahan ulat dilakukan pada saat ulat tidur.
3.4.4 Pemeliharaan Ulat Besar
a) Rumah Ulat Besar disterilkan dengan menyemprotkan formalin 5% pada seluruh ruangan berikut dindingnya 2 minggu sebelum pemeliharaan
b) Ulat besar dimulai dari instar IV
c) Mulai instar IV pakan diberikan daun murbei secara utuh.
d) Pemberian pakan tidak dilakukan diberikan setiap saat jika tampak ulat lapar.
e) Pakan untuk ulat instar ke IV dan V adalah seluruh daun, kecuali pucuk (daun ke 1-3)
f) Pemberian pakan lebih banyak dilakukan malam hari.
g) Desinfeksi tubuh ulat dilakukan pada saat pergantian kulit
h) Jumlah pakan yang diberikan setiap saat meningkat sesuai dengan perkembangan tubuh ulat.
i) Pada instar V pakan yang diberikan dapat daun utuh atau dengan rantingnya.
3.4.5 Pengokonan
a) Ulat mengokon pada hari ke-8 instar V
b) Pengokonan dilakukan pada alat pengokonan (seriframe)
c) Ciri-ciri ulat mau mengokon adalah tubuh ulat sudah transparan dan tidak makan lagi
d) Ulat mengokon ada yang naik sendiri pada alat pengokonan (seriframe), tetapi ada pula yang perlu dibantu diletakan pada seriframe
e) Pengokonan terjadi selama 3 hari.
3.4.6 Panen Kokon
a) Panen kokon dilakukan setelah 5 hari mulai mengokon
b) Kokon terasa keras jika dipegang
c) Kokon dikeluarkan dari seriframe dengan cara dikorek dengan bambu atau kayu tipis.
3.5 Analisis Data
Data yang telah didapatkan dari hasil pengujian, kemudiaan dianalisis menggunakan uji F (ANOVA) dan jika antar perlakuaan terjadi perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji BNT.
Denah satuan percobaan (lay out percobaan)
No Bilangan acak Rengking Perlakuan
1 0.749 6 P0 1 2 3 4 5 6
2 0.563 10 P1 12 11 10 9 8 7
3 0.861 8 P1 13 14 15 16 17 18
4 0.962 5 P0
5 0.322 14 P2 P0 P1 P1 P0 P2 P1
6 0.005 7 P1 P0 P2 P0 P2 P2 P1
7 0.351 9 P1 P2 P0 P1 P0 P1 P2
8 0.265 17 P2
9 0.362 15 P2
10 0.051 2 P0
11 0.980 18 P2
12 0.960 1 P0
13 0.994 16 P2
14 0.326 3 P0
15 0.431 12 P1
16 0.758 4 P0
17 0.382 11 P1
18 0.677 13 P2
IV. JADWAL PELAKSANAAN
No Jenis Kegiatan Bulan
Desember Januari Februari Maret
1 Penyusunan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Pelaksanaan TA
4 Penulisan Laporan TA
5 Seminar Laporan TA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Teknik Pemeliharaan Ulat sutera. Bandung: Balai Informasi Pertanian.
Anonim. 2001. Budidaya Murbei dan Budidaya Ulat Sutera. Candiroto: PPUS Candiroto.
Atmosoedarjo, H. Soekiman, dkk. 2000. Sutera Alam Indonesi. Jakarta : Yayasan sarana Wana jaya.
Nazarudin, Nurcahyo. 1992. Budidaya Ulat Sutera. Jakarta: Penebar Swadaya.
Samsijah, Andadari. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Murbei (Morus sp.). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor.
SEBAGAI PAKAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.)
TERHADAP PRODUKSI KOKON
PROPOSAL
TUGAS AKHIR (TA)
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Di Politeknik Negeri Jember Jurusan Manajemen Agroindustri Program Studi Manajemen Agribisnis
Disusun oleh :
RIKI SONDARI
K40506 12
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2010
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi benang sutera Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi kokon dan benang sutera yang berasal dari hasil pemeliharaan ulat sutera. Makanan ulat sutera adalah daun murbei. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh produksi kokon yang maksimal serta benang sutera sesuai dengan target yang ditetapkan adalah pengembangan tanaman murbei yang baik untuk pakan ulat sutera. Salah satu kendala bagi usaha tani persuteraan alam di Indonesia pada umumnya adalah produktivitas kebun murbei yang relatif masih rendah, yaitu ± 8 ton/ha/th (Sulthoni, 1981).
Murbei (Morus sp) adalah salah satu jenis tanaman yang tergolong dalam famili moraceae yang daunnya digunakan sebagai bahan makanan ulat sutera (Bombyx mori L.) yaitu spesies serangga penghasil benang sutera yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman murbei banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada daerah sampai ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 210 - 250C. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Tanaman murbei tidak menuntut persyaratan ketinggian tertentu, sebab ketinggian berapapun murbei bisa tumbuh. Tanaman murbei dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis. Beberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh secara liar. Ulat sutera lebih cocok berkembang baik ditempat beriklim sejuk, sehingga murbei paling ideal ditanam dengan ketinggian berkisar 400-800 di atas permukaan laut. Nazarudin dan Nurcahyo (1992).
Ulat sutera Bombyx mori L. merupakan hasil usaha tani persuteraan alam masyarakat pedesaan yang turut berperan dalam menunjang pembangunan nasional. Untuk lebih memberdayakan usaha tersebut diperlukan suatu perangkat yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas kokon, sehingga pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sutera.
Ulat-ulat sutera yang telah mengalami pergantian kulit empat kali dan makan daun murbei cukup, maka kelenjar suteranya tumbuh menjadi besar dan isi badannya sebagian besar tediri atas kelenjar tersebut. Karena itu, badan ulat sutera tembus cahaya dan dari mulutnya mulai mengeluarkan serat sutera. Ulat sutera yang demikian dikatakan sebagai ulat sutera yang siap mengokon. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Kokon ulat sutera merupakan pelindung pupa yanmg terbuat dari serat-serat sutera yang dijalin oleh larva bila hendak membentuk kepongpong atau pupa. Agar pengokonan berjalan dengan baik, ulat perlu disediakan tempat khusus sebagai tempat menempelnya kokon.
Produksi benang sutera Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi kokon dan benang sutera yang berasal dari hasil pemeliharaan ulat sutera. Makanan ulat sutera adalah daun murbei, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh mutu kokon segar yang maksimal serta benang sutera sesuai dengan target yang ditetapkan adalah dengan pemberian pakan yang baik.
Salah satu cara memperoleh produksi kokon berkualitas baik adalah dengan pengaturan suhu dan kelembaban ruangan pemeliharaan sesuai dengan pertumbuhan ulat, pemberian daun murbei yang berkualitas baik dan jumlah yang cukup serta melaksanakan desinfeksi ruangan dan peralatan pemeliharaan. Hatta dkk (1980), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
1.2 Rumusan Masalah
Daun murbei merupakan satu-satunya pakan ulat suter Bombyx mori L. Saat ini sudah di dapatkan beberapa varietas murbei yang baik untuk pakan ulat sutera diantaranya: Morus alba var. Kanva-2, M. Multicaulis, M. Cathayana, M. Alba. Var, Kakuso dan masih banyak lagi varietas murbei yang digunakan sebagai pakan ulat sutra. Penelitian yang mengarah pada Pengaruh Berbagai Spesies Murbei (Morus spp) Sebagai Pakan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Terhadap Produksi Kokon dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian daun murbei spesies multicaulis sebagai pakan ulat sutera akan meningkatkan produksi kokon?
2. Apakah pemberian daun murbei spesies cathayana sebagai pakan ulat sutera akan meningkatkan produksi kokon?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh pemberian pakan spesies Multicaulis terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh pemberian pakan spesies Kanva terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh pemberian pakan campuran terhadap produksi kokon yang dihasilkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi pengembangan ilmu pengetahuan bagi petani sutera dan mayarakat pada umumnya untuk memperoleh produksi kokon yang maksimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Samsijah dan Kusumaputra (1976), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000), meneliti pengaruh pemberian pakan terhadap ulat kecil dan ulat besar, dengan daun dari jenis berbeda (Morus. alba, M. cathayana dan M. multicaulis) terhadap rendemen pemeliharaan dan mutu kokon. M. alba mempunyai kadar protein tertinggi pada daun muda (18,66%), maupun daun tua (17,59%), disbanding dengan jenis lain, sedangkan kandungan karbohidrat tertinggi ada pada M. cathayana yaitu (56,18%) pada daun muda dan ( 63,14%) ada pada daun tua. Pemberian pakan M. alba pada ulat kecil dan M. multicaulis pada ulat besar, memberikan rendemen pemeliharaan tertinggi dan mutu kokon yang cukup baik.
Saranga dkk (1992), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000), melakukan percobaan tentang pengaruh jenis pakan kepada produksi kokon di Laboraturium pemeliharaan ulat sutera, Balai Persuteraan Alam Bili-bili, Sulawesi Selatan.
Ke empat jenis daun yang diberikan diantaranya : M. multicaulis, M. alba, M. cathayana dan M. nigra, pada ke dua ras percobaan, yaitu F1 dari ras Jepang dan ras Bili-bili (BN) dan ras China dan Bili-bili (BC), tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva, bobot kokon, maupun prosentase kulit kokon, namun ternyata M. multicaulis dan M. alba mempengaruhi mutu serat, yaitu menghasilkan serat kokon yang panjangnya masing-masing 1.172,33 m dan 1.125,30 m.
Menurut Sumardjito dan Suhartadi (1987), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000). Dalam penelitian dipakatto, Bili-bili, Sulawesi Selatan, murbei BNK Rajawali, M. nigra dan M. australis mempunyai sifat-sipat unggul dalam hal daya tahan tumbuh stek, perkembangan akar dan pertumbuhan stek, akan tetapi produksi daun M. alba, M. Cathayana dan M. multicaulis ternyata jauh lebih baik dari jenis-jenis lain. (BNK: B = Bili-bili; N = Nigra; K = kokuso).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Murbei (Morus sp)
a) Ciri Morfologi
Tumbuhan murbei termasuk kedalam famili Moraceae, Ordo Urticales, Kelas Dicociledonae, Subdivisi Agiospermae dan Divisi Spermatophyta. Tumbuhan murbei berhabitus perdu atau pohon, dengan tinggi 6-25 m. Morus macraura dapat mencapai tinggi 35 m, batang: hijau atau kelabu atau kecoklatan. Cabang-cabang tegak, mendatar atau menggantung, cabang banyak, batang bulat, warna hijau atau kelabu atau cokelat atau ungu, keluar dari ketiak daun. Daun-daun tunggal, letak daun pada cabang sepiral; berbentuk oval atau bulat atau bercangap atau berlekuk atau tidak, ujung meruncing atau membulat, tepi daun berigi atau beringgit; permukaan daun kasar atau agak kasar; permukaan daun mengkilap; tulang daun sebelah bawah tampak jelas. Bunga-bunga berumah satu (monoecious) atau dua (dioecious), mempunyai bunga jantan dan betina yang keduanya tersususn dalam untaian dan pada umumnya terpisah satu sama lain (unisexsual). Buah-buahan majemuk, waktun muda hijau dan setelah masak berwarna merah sampai ungu kehitaman. Anonim (2001).
Morus Multicaulis dikenal dengan nama “murbei multi” atau “murbei besar”. Berupa perdu, yang cepat besar dan tinggi. Warna batabang cokelat atau coklat kehijau-hijauan. Daunnya sangat besar, membulat dan permukaannya bergelombang, sedangkan pinggiran daun bergerigi.
Cabang tidak banyak paling antara 2-4 cabang saja. Setiap cabang cepat memanjang dan membesar. Buahnya berwarna merah, yang keluar pada waktu stek baru ditanam, atau batangnya baru dipangkas. Buahnya jarang didapat pada cabang atas.
Sekarang banyak ditanam untuk makanan ulat, karena bentuk daunnya yang besar dan kecepatan tumbuhnya. Tetapi sangat disayangkan, bahwa pucuk-pucuknya mudah dan cepat sekali diserang hama serangga atau penyakit bakteri, virus atau jamur, sehingga bentuknya menggulung atau rusak. Atmosoedarjo, dkk (2000).
Menurut Katsumata (1972), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000). di jawa ada beberapa jenis murbei yang daunya baik untuk digunakan sebagai pakan ulat sutera, yaitu Morus. alba, M. nigra, M. cathayana, M. multicaulis dan M. australis. Sedang di Sulawesi Selatan murbei yang ditanam petani sutera pada umumnya jenis-jenis M. nigra dan M. australis.
Tabel. Hasil analisis proksimat berbagai jenis daun murbei
Jenis daun Persentase bahan kering
Kadar air Bahan kering Protein Kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Energi (kal/g)
Morus multicaulis
- Daun muda 74,64 25,36 21,99 3,70 12,56 51,85 9,90 4519
- Daun tua 75,13 24,87 19,66 5,09 16,86 44,32 14,05 3541
Morus kanva
- Daun muda 78,21 21,79 20,87 4,20 8,22 57,20 9,50 4663
- Daun tua 71,47 28,53 17,99 5,81 13,61 49,38 13,20 4153
Morus cathayana
- Daun muda 73,69 26,31 19,09 3,71 8,45 59,53 9,22 4406
- Daun tua 70,78 29,22 16,39 5,16 16,80 47,61 14,03 4246
Morus alba
- Daun muda 68,89 30,11 22,59 4,10 10,21 53,26 9,83 4502
- Daun tua 69,50 30,50 22,10 6,09 10,57 46,81 14,43 4282
Morus nigra
- Daun muda 71,19 28,81 22,83 4,24 11,68 51,04 10,22 4373
- Daun tua 67,62 32,38 15,71 6,15 11,69 51,73 14,71 4378
Dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Balitbangnak, Deptan
Tabel Kandungan vitamin 1) dan mineral 2) berbagai jenis daun murbei
Jenis daun Persentase bahan kering
Vitamin A ( mg %) Vitamin C
(mg %) Calcium
(%) Phosphor
(%)
Morus multicaulis
- Daun muda 2.480,92 12,90 1,55 0,46
- Daun tua 2.799,06 9,32 3,07 0,28
Morus kanva
- Daun muda 5.262,70 13,79 1,38 0,37
- Daun tua 4.598,49 14,62 2,24 0,25
Morus cathayana
- Daun muda 5.671,31 11,70 1,53 0,36
- Daun tua 5.736,85 13,37 2,99 0,33
Morus alba
- Daun muda 4.441,29 12,31 1,71 0,36
- Daun tua 3.705,23 12,73 2,98 0,31
Morus nigra
- Daun muda 4.477,56 14,70 1,88 0,36
- Daun tua 3.541,31 14,16 3,23 0,24
1) Dianalisis di Lab. Balitbang Gizi, Depkes
2) Dianalisis di Lab. Balitbangnak, Deptan
Tabel Komposisi 15 macam asam amino berbagai daun murbei (persentase dari bahan kering)
Jenis asam amino M. multicaulis M. kanva M. cathayana M. alba M. nigra
Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua
Aspartat 0,37 0,20 0,43 0,39 0,41 0,59 0,45 0,47 0,59 0,38
Threonin 0,29 0,18 0,21 0,23 0,32 0,32 0,36 0,34 0,30 0,24
Serin 0,18 0,12 0,18 0,16 0,14 0,23 0,16 0,21 0,02 0,21
Glutamat 0,73 0,54 0,67 0,60 0,58 0,76 0,64 0,75 0,81 0,52
Glisin 0,18 0,12 0,15 0,17 0,17 0,25 0,21 0,24 0,25 0,20
Alanin 0,36 0,33 0,32 0,26 0,28 0,35 0,31 0,32 0,38 0,26
Valin 0,40 0,34 0,16 0,18 0,22 0,31 0,29 0,28 0,34 0,20
Methionin 0,07 0,06 0,05 0,04 0,05 0,07 0,06 0,05 0,06 0,04
Isoleusin 0,15 0,10 0,11 0,12 0,16 0,22 0,18 0,20 0,21 0,18
Leusin 0,39 0,21 0,30 0,28 0,30 0,41 0,34 0,43 0,48 0,35
Tirosin 0,20 0,28 0,17 0,18 0,18 0,24 0,21 0,23 0,24 0,19
Fenilalanin 0,26 0,23 0,20 0,19 0,20 0,28 0,28 0,23 0,31 0,22
Histidin 0,11 0,09 0,08 0,07 0,09 0,12 0,11 0,11 0,13 0,12
Lisin 0,31 0,28 0,25 0,21 0,24 0,27 0,35 0,32 0,32 0,31
Arginin 0,25 0,21 0,20 0,19 0,20 0,22 0,26 0,25 0,29 0,22
Dianalisis di Laboratorium BPIHP, Bogor.
b) Syarat Tumbuh
Tanaman murbei tidak menuntut persyaratan ketinggian tertentu, sebab ketinggian berapapun murbei bisa tumbuh. Tanaman murbei dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis. Beberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh secara liar. Ulat sutera lebih cocok berkembang baik ditempat beriklim sejuk, sehingga murbei paling ideal ditanam dengan ketinggian berkisar 400-800 di atas permukaan laut. Nazarudin dan Nurcahyo (1992).
Tanaman murbei tumbuh baik antara musim hujan dan musim kemarau. Daerah yang mempunyai temperatur 20-30 0C sangat cocok untuk pertumbuhan murbei dan akan berhenti pada temperatur 40 0C. Setiap 10-15 hari membutuhkan sekitar 50 mm air. Lahan sebaiknya dapat dialiri air karena hal ini akan bermanfaat terutama dimusim kemarau. Murbei pada daerah curah hujan antara 2500-3000 mm/tahun akan mengatasi masalah dalam hal pengairan. Penyinaran matahari yang cukup akan menghasilkan tanaman yang sehat.
Tanah yang ditanami harus cukup mensuplai udara, air dan makanan bahkan dalam lapisan yang paling dalam dimana akar dapat menjangkau. Tanah sebaiknya memiliki pH 6,2-7, teksturnya gembur dan mempunyai porositas yang baik kemampuan menahan air sehingga menghasilkan produktivitas tinggi Anonim (2001).
2.2.2 Ulat Sutera (Bombyx mori L)
a) Ciri Morfologi dan Siklus Hidup
Ulat sutera adalah anggota Famili Bombicidae, Ordo Lopidoptera, Kelas Insekta (heksapoda) dan Phylum Arthropoda.
Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dimulai dari telur, ulat (larva), kepongpong (pupa) dan ngengat (imago). Bombyx mori L. tergolong endopterigota yaitu serangga yang perkembangan sayapnya terjadi di dalam badan dan fase pradewasa berbeda dengan fase dewasa, baik dalam prilaku, makanan maupun bentuknya. Samsijah (1992), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Ngengat yang telah melakukan perkawinan akan menghasilkan telur berbentuk elips, panjang 1,2-1,5 mm, lebar 1,2 mm dan berat 0,5-0,7 mg.telur yang baru keluar berwarna kuning dan berangsur-angsur akan berubah menjadi warna abu-abu. Telur menetas menjadi larva setelah 9-10 hari. Larva yang baru menetas mempunyai banyak seta dipermukaan tubuhnya, warna tubuh umumnya hitam dan panjangnya sekitar 3 mm. Larva akan mengalami lima pergantian kulit dan akan berhenti makan selama 24 jam. Periode makan tersebut sering disebut instar. Ulat yang berumur 1-4 hari tegolong ulat instar I, setelah 2 hari panjang tubuh ulat akan menjadi 7 mm, permukaan tubuh mengkilat dan seta semakin kurang jelas. Setelah hari ke-3 ulat akan mengalami eksdisis (pergantian kulit) dan berhenti makan selama 24 jam. Ulat instar II (umur 5-8 hari), akan mempunyai panjang sekitar 8,0 mm dan berat 6,0 mg. Selanjutnya, ulat memasuki instar III (9-13 hari), panjang tubuh 15,0 mm, berat 35,0 mg dan warna ulat berangsur-angsur menjadi putih. Ulat instar IV (umur 13-17 hari) memiliki panjang 670-1062 mm dan berat 35,21 mg. Pada umur 19-26 hari (instar V) mempunyai panjang 70 mm dan berat maksimum 3527-4627 mg, setelah instar V akan berhenti makan dan warna kulit berubah menjadi transparan dan akan membentuk kokon. Kokon akan berubah menjadi pupa dan berkembang menjadi kupu (ngengat) dan akan menebus kokon dengan mengeluarkan zat perusak kokon.
b) Budidaya ulat Sutera
Pertumbuhan larva ulat sutera membutuhkan keadaan lingkungan tertentu. Makin tinggi tingkat perkembangan ulat, maka diperlukan temperatur dan kelembaban yang makin rendah. Ulat instar I tumbuh pada temperatur 20-28 0C dan kelembaban 85-90 %, ulat instar II tumbuh pada temperatur 26-28 0C dan kelembaban 85 %, ulat instar III tumbuh pada temperatur 24-26 0C dan kelembaban 75 %, ulat instar IV tumbuh pada temperatur 23-24 0C dan kelembaban 70 % dan ulat instar V tumbuh pada temperatur 22-23 0C dan kelembaban 70 %.
Kokon bibit akan berkembang baik jika temperatur terpelihara 23-24 0C dengan kelembaban 70-75 % diberi cahaya yang sangat gelap. Pupa tumbuh baik pada temperatur 23-25 0C dan kelembaban 70-80 %. Bila temperatur dan kelembaban rendah maka ulat tidak akan hidup dengan baik. Anonim (1984).
Pengaturan cahaya ruang pemeriharaan sangat penting karena ulat sutera tidak menyukai keadaan cahaya yang terlalu terang maupun terlalu gelap, tetapi lebih suka pada keadaan cahaya lemah (15-30 lux). Selain itu, untuk pertumbuhan ulat diperlukan udara yang bersih dan segar. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Pemeliharaan ulat sutera agar berhasil perlu memerlukan beberapa faktor yaitu faktor makanan, lingkungan, ruangan, alat-alat pemeliharaan, jenis ulat dan pengetahuan tentang cara pemeliharaan yang baik dan benar-benar dikuasai.
2.2.3 Kokon
Ulat-ulat sutera yang telah mengalami pergantian kulit empat kali dan makan daun murbei cukup, maka kelenjar suteranya tumbuh menjadi besar dan isibadannya sebagian besar tediri atas kelenjar tersebut. Karena itu, badan ulat sutera tembus cahaya dan dari mulutnya mulai mengeluarkan serat sutera. Ulat sutera yang demikian dikatakan sebagai ulat sutera yang siap mengokon. Katsumata (1964), dalam Atmosoedarjo, dkk (2000).
Kokon ulat sutera merupakan pelindung pupa yanmg terbuat dari serat-serat sutera yang dijalin oleh larva bila hendak membentuk kepongpong atau pupa. Agar pengokonan berjalan dengan baik, ulat perlu disediakan tempat khusus sebagai tempat menempelnya kokon.
2.3 Hipotesis
H0 : Varietas murbei (Morus sp) sebagai pakan ulat sutera (Bombyx mori L) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kokon.
H1 : Varietas murbei (Morus sp) sebagai pakan ulat sutera (Bombyx mori L) berpengaruh nyata terhadap produksi kokon.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang 6 (enam) kali ulangan dan setiap unit percobaan terdiri dari 100 ekor ulat sutera Bombyx mori L. Sebagai perlakuan adalah pakan ulat sutera yaitu daun murbei yang terdiri dari:
a) Kontrol (Campuran) (P0)
b) M. multicaulis (P1)
c) M. cathayana (P2)
Teknis analisais Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika yaitu sebagai berikut:
ỵij = µ + αi + εij
ỵij = Pengaruh perlakuan ke i ulangan ke j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke i
εij = Galat percoabaan pada perlakuan i dengan ulangan ke j
3.1.1 Parameter yang diamati
Parameter yang akan diamati dalam melakukan penelitian ini ialah sebagai berikut:
a) Persentase kematian ulat kecil (instar I - III) adalah jumlah ulat yang mati dibagi jumlah ulat instar I – III kali 100%.
b) Persentase kematian ulat besar (instar IV - V) adalah jumlah ulat yang mati dibagi jumlah ulat instar IV - V kali 100%.
c) Persentase rendemen pemeliharaan adalah jumlah hasil kokon dibagi jumlah ulat yang dipelihara dari awal instar IV kali 100%.
d) Berat kokon basah adalah berat kokon seluruhnya termasuk kulit kokon dan pupanya.
e) Berat kulit kokon adalah berat kokon basah yang telah dikeluarkan pupanya.
f) Persentase berat kulit kokon adalah berat kulit kokon dibagi berat kokon basah kali 100%.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya :
a) Alat
1. Ruang pemeliharaan ulat kecil 11. Jaring
2. Ruang pemeliharan ulat besar 12. Ember
3. Alat pengokonan 13. Baskom
4. Kotak penetasan 14. Saringan
5. Rak inkubasi 15. Tatanan
6. Sasag 16. Pisau
7. Rak ulat kecil 17. Sapu lidi
8. Rak ulat besar 18. Lap
9. Kertas parafin 19. Sandal
10. Sumpit 20. Termometer
b) Bahan
1. Bibit telur ulat sutera
2. Kapur
3. Kaporit
4. Pakan ( Daun murbei).
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kp. Sukadana Rt. 05 Rw. 05 Desa. Wangunjaya Kecamatan. Banjarwangi Kabupaten. Garut (Jawa Barat), pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Pemeliharaan
Salah satu pekerjaan yang paling penting dalam mempersiapkan pemeliharaan ulat sutera adalah desinfeksi. Persiapan selanjutnya yaitu penyedian telur atau bibit ulat sutera, persiapan daun murbei sebagai pakan ulat sutera, persiapan sarana dan prasarana, tenaga kerja dan bahan pendukung lainnya.
3.4.2 Penetasan Telur
Penetasan telur ulat sutera atau inkubasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Ruang inkubasi disterilkan dengan menyemprotkan formalin 5%
b) Telur ditetaskan dalam ruangan inkubasi yang gelap selama 3 hari
c) Telur diberikan penerangan dengan sinar matahari selama 6 jam
d) Penetasan dilakukan dalam kotak penetasan
e) Jumlah populasi telur 25.000 butir per boks.
3.4.3 Pemeliharaan Ulat Kecil
Pemeliharaan ulat kecil ialah pemeliaharan ulat mulai dari instar I sampai dengan intar III dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Rumah Ulat Kecil disemprot formalin 5% 2 minggu sebelum pemeliharaan
b) Ulat instar I diberi makan pertama jika telah menetas seluruhnya
c) Ulat kecil dipindahkan pada kotak pemeliharaan yang lebih besar dengan alas kertas parafin
d) Pemberian pakan dilakukan setiap saat pada instar I, II dan III
e) Daun murbei untuk pakan diiris tipis-tipis dan dirajang
f) Daun untuk pakan ulat kecil adalah daun ke 4-7(instar I); daun ke 7-9 (instar II) dan daun ke 9 -11 (instar III)
g) Desinfeksi pada tubuh ulat dilakukan setiap pergantian kulit
h) Pada saat ulat tidur pada perpindahan instar dilakukan sanitasi ruangan
i) Pemindahan ulat dilakukan pada saat ulat tidur.
3.4.4 Pemeliharaan Ulat Besar
a) Rumah Ulat Besar disterilkan dengan menyemprotkan formalin 5% pada seluruh ruangan berikut dindingnya 2 minggu sebelum pemeliharaan
b) Ulat besar dimulai dari instar IV
c) Mulai instar IV pakan diberikan daun murbei secara utuh.
d) Pemberian pakan tidak dilakukan diberikan setiap saat jika tampak ulat lapar.
e) Pakan untuk ulat instar ke IV dan V adalah seluruh daun, kecuali pucuk (daun ke 1-3)
f) Pemberian pakan lebih banyak dilakukan malam hari.
g) Desinfeksi tubuh ulat dilakukan pada saat pergantian kulit
h) Jumlah pakan yang diberikan setiap saat meningkat sesuai dengan perkembangan tubuh ulat.
i) Pada instar V pakan yang diberikan dapat daun utuh atau dengan rantingnya.
3.4.5 Pengokonan
a) Ulat mengokon pada hari ke-8 instar V
b) Pengokonan dilakukan pada alat pengokonan (seriframe)
c) Ciri-ciri ulat mau mengokon adalah tubuh ulat sudah transparan dan tidak makan lagi
d) Ulat mengokon ada yang naik sendiri pada alat pengokonan (seriframe), tetapi ada pula yang perlu dibantu diletakan pada seriframe
e) Pengokonan terjadi selama 3 hari.
3.4.6 Panen Kokon
a) Panen kokon dilakukan setelah 5 hari mulai mengokon
b) Kokon terasa keras jika dipegang
c) Kokon dikeluarkan dari seriframe dengan cara dikorek dengan bambu atau kayu tipis.
3.5 Analisis Data
Data yang telah didapatkan dari hasil pengujian, kemudiaan dianalisis menggunakan uji F (ANOVA) dan jika antar perlakuaan terjadi perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji BNT.
Denah satuan percobaan (lay out percobaan)
No Bilangan acak Rengking Perlakuan
1 0.749 6 P0 1 2 3 4 5 6
2 0.563 10 P1 12 11 10 9 8 7
3 0.861 8 P1 13 14 15 16 17 18
4 0.962 5 P0
5 0.322 14 P2 P0 P1 P1 P0 P2 P1
6 0.005 7 P1 P0 P2 P0 P2 P2 P1
7 0.351 9 P1 P2 P0 P1 P0 P1 P2
8 0.265 17 P2
9 0.362 15 P2
10 0.051 2 P0
11 0.980 18 P2
12 0.960 1 P0
13 0.994 16 P2
14 0.326 3 P0
15 0.431 12 P1
16 0.758 4 P0
17 0.382 11 P1
18 0.677 13 P2
IV. JADWAL PELAKSANAAN
No Jenis Kegiatan Bulan
Desember Januari Februari Maret
1 Penyusunan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Pelaksanaan TA
4 Penulisan Laporan TA
5 Seminar Laporan TA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Teknik Pemeliharaan Ulat sutera. Bandung: Balai Informasi Pertanian.
Anonim. 2001. Budidaya Murbei dan Budidaya Ulat Sutera. Candiroto: PPUS Candiroto.
Atmosoedarjo, H. Soekiman, dkk. 2000. Sutera Alam Indonesi. Jakarta : Yayasan sarana Wana jaya.
Nazarudin, Nurcahyo. 1992. Budidaya Ulat Sutera. Jakarta: Penebar Swadaya.
Samsijah, Andadari. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Murbei (Morus sp.). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor.
Jumat, 23 Oktober 2009
BUDIDAYA TANAMAN MURBEI
BUDIDAYA TANAMAN MURBEI
1). Jenis Tanaman Murbei
Terdapat berbagai jenis tanaman murbei (Morus sp) di dunia, namun yang dianggap unggul di Indonesia adalah sebagai berikut : untuk iklim/daerah panas yaitu Morus cathayana, Morus khunpai, dan Morus lembang,untuk iklim/daerah sedang yaitu Morus kanva, Morus kathayana dan Morusmulticaulis; sedangkan untuk iklim/daerah dingin adalah Morus mufticaulis dan Morus kanva.
2). Pemilihan Areal Tanam
Pemilihan areal untuk penanaman murbei harus memperhatikan faktor iklim suhu 21 - 300C, kelembaban rata-rata 60%, Transpirasi murbei sangat tinggi maka dibutuhkan curah hujan rata-rata minimal 1500 mm per tahun. Ketinggian tempat/tanah 700 m dpl, Jenis tanah adalah Latosol vulkanis/lnseptsol struktur lempung berpasir pH sekitar 6,5. Lokasi pemeliharaan ulat dekat dengan kebun murbei kemiringan 15 - 30% dan faktor lingkungan artinya tanaman murbei jauh dari populasi dan bau racun obat-obatan pertanian.
3). Pengolahan Tanah
Sistem Cemplongan yaitu lubang tanaman di mana tanah hanya diolah pada bagian yang akan ditanami saja. Kedalaman lubang antara 30 - 40 cm dengan lebar 30 cm. Sistem larikan yaitu pembuatan lubang dengan membuat guludan-guludan sesuai baris tanaman.
4). Pengadaan Stek Tanaman
Pemilihan stek sebaiknya diambil dari tanaman yang berumur di atas 1 tahun dari cabang yang sehat, lurus dari cabang berumur 4 - 6 butan setelah dipangkas. Diameter cabang kurang lebih 1 cm.
Pengangkutan stek yang diambil dari lokasi yang jauh perlu mendapat perhatian, yang harus dijaga adalah agar stek tadi tidak kering selama perjalanan. Salah satu cara dengan jalan ditutup dengan karung basah. Pengangkutan stek sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar tidak kering dalam perjalanan.
Penyimpanan stek yang tidak langsung ditanam di lapangan sebaiknya di tempat yang dingin dan lembab serta tidak terkena cahaya matahari langsung. Pemotongan stek. Bahan stek dipotong sepanjang 20 - 2 cm dengan alat yang tajam agar tidak pecah.
5). Persiapan Bedengan Atau Media Dalam Polybag
Bedengan dibuat dengan ukuran 100 - 125 cm, dicangkul dengan kedalaman 30 cm. Tanah yang telah gembur diberi pupuk kandang sekitar 2 kg dan 1 ons kapur untuk setiap M2, selanjutnya diberi Furadan 25 gram dan diberi Hustatian 200 cc dalam 10 liter air.
Polybag yang digunakan berukuran lebar 15 cm dan panjang 25 - 3 cm, diisi dengan tanah yang gembur dicampur dengan pupuk kandang dan sedikit kapur.
6). Persiapan Lahan
Setelah selama 3 bulan dalam persemaian atau polybag, maka bibit tanaman sudah slap tanam di lapangan. Penanaman di lapangan dapat dilakukan dengan tiga sistem yaitu : a. sistem lubang, b. sistem rorak dan c. sistem pengolahan tanah keseluruhan
7). Penanaman Tanaman Murbei
Waktu tanam yang tepat adalah awal atau pertengahan musim hujan kecuali pada daerah yang terdapat fasilitas irigasi. Penanaman stek murbei seperti halnya tanaman lain, stek ditancapkan miring 30 pada tempat yang sudah ditentukan sesuai dengan jarak tanam. Bagian yang ditancapkan adalah 2/3 dari panjang stek. Jarak tanam secara monokultur adalah 1,5 x 0,75 m ; 1,2 x 0,4m. Jika secara tumpangsari, jarak tanamnya 1 x 0,75 m ; 2 x 0,6 m ; 3 x 0,5 m (tergantung jenis tanaman tumpang sari).
Langganan:
Postingan (Atom)